Rancangan peraturan daerah (raperda) perumahan dan kawasan permukiman (PKP) yang kini tengah berproses di DPRD Kota Surakarta bakal menjadi kabar gembira bagi masyarakat Kota Surakarta, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

 

Setelah ditetapkan menjadi peraturan daerah (perda), produk regulasi yang memiliki 157 pasal itu menjadi payung hukum yang kuat dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat yang memiliki keterbatasan daya beli untuk memperoleh rumah.

 

Kepala bidang perumahan dinas perumahan kawasan permukiman dan pertanahan (Perkim) Kota Surakarta, Sirat Handono bahkan menyebut produk regulasi itu menjadi bentuk keberpihakan pemerintah di daerah terhadap MBR.

 

“Raperda ini bentuk keberpihakan pada masyarakat berpenghasilan rendah,”ujar Sirat Handono ditemui usai mengikuti rapat kerja Pansus raperda PKP di gedung DPRD Kota Surakarta belum lama ini.

 

MBR merupakan masyarakat yang memiliki keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. Dengan adanya regulasi tersebut diharapkan pengaturan perumahan dapat berjalan dengan baik.

 

“Raperda ini memungkinkan atau ada peluang untuk masyarakat MBR memiliki rumah,”kata dia.

 

Dalam raperda ini juga diatur tentang hunian berimbang yaitu perumahan atau lingkungan hunian yang dibangun secara berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

 

Hunian berimbang tersebut memiliki skala 1, 2 dan 3. 1 rumah mewah, 2 rumah menengah dan 3 rumah sederhana.

 

“Artinya kalau ada pengembang yang akan membangun 100 unit rumah, harus mengikuti pola berimbang, 1, 2 dan 3,”terangnya.

 

Apalagi kata dia dengan keterbatasan lahan di Kota Surakarta, akan sangat sulit bagi MBR memiliki rumah jika tidak ada pengaturan yang ketat dalam bentuk regulasi.

 

Selain itu, harga tanah di Kota Surakarta juga sangat tinggi antara Rp 2 juta hingga Rp3 juta per meter bahkan lebih. Ia menyebut, sejak tahun 2017 sampai saat ini baru ada dua pengembang yang melaksanakan pembangunan.

 

“Yang satu baru dibangun 3 unit, belum laku juga. Kalau kita tidak berikan kelonggoran, maka tidak ada parstipasi swasta untuk penyediaan rumah di Solo,”imbuhnya

 

Salah satu yang juga menjadi kendala adalah rasio ruang terbuka hijau (RTH) “Kalau pengembang punya tanah 1.000 meter persegi, 400 meter perseginya harus direlakan untuk prasarana sarana utilitas umum (PSU),”ungkapnya.

 

Penyusunan produk regulasi ini juga akan memberikan landasan dalam melakukan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di Kota Surakarta. Melalui regulasi ini juga pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh bisa dilakukan.

 

Tidak hanya itu, produk regulasi ini akan mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru, serta mempertahankan perumahan dan permukiman yang telah dibangun agar tetap terjaga kualitasnya, meningkatkan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dalam mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

 

“Pengaturan kumuh itu belum ada. Dengan adanya regulasi ini dinas Perkim juga memiliki dasar hukum yang jelas dalam menjalankan tugas fungsinya di lapangan,”tandasnya

 

Dihubungi terpisah, pejabat fungsional Analis Hukum Muda, Bagian Persidangan dan Peraturan Perundang Undangan Sekretariat DPRD Kota Surakarta, Lestari, S.H., M.Hum menyebut, raperda PKP, Rabu (12/04/23) besok akan masuk tahap public hearing.

 

Setelahnya, draf raperda tersebut akan dikirim ke Biro Hukum Provinsi Jawa Tengah sebagai bentuk tahapan fasilitasi. Setelah 14 hari difasilitasi di Provinsi, kemudian akan disinkronisasi kembali di tingkat Pansus DPRD Kota Surakarta.  

 

“Kemungkinan awal bulan Mei sudah di Paripurnakan untuk penetapannya,”sebutnya  ** 

Kembali